Minggu, 01 Februari 2009

Lestarikan Batik Klasik


BENARKAH batik klasik sudah mati? Alhamdulilah, batik motif klasik belum mati. Batik ini masih hidup, dan dihidupkan oleh pengrajin batik yang tetap konsisten mempertahankan motif klasik. Badawi Yusuf, warga Rt 01 Rw 01 Kelurahan Sampangan Kecamatan Pekalongan Timur, salah seorang pengrajin batik yang tetap mempertahankannya.
Seperti diketahui, batik sekarang ini mengalami perkembangan yang pesat, baik dari sisi motif, pewarnaan maupun ragamnya. Hal tersebut karena untuk memenuhi tuntutan pasar yang dinamis. Sehingga inovasi merupakan salah satu kunci bagi pengrajin ataupun pengusaha batik agar usahanya tetap eksis.
Saat ini saja sudah ribuan lebih motif yang dikembangkan pengrajin batik kota pekalongan. Mengingat pengrajin batik Pekalongan dikenal kreatif, dan mudah menyesuaikan perkembangan zaman.
Badawi Yusuf mengatakan, dirinya mengenal batik saat bekerja di home indutri yang ada dilingkungan rumahnya. Kemudian, merasa sudah 'cukup', dia mendirikan usaha batik sendiri dengan ciri khas membuat batik motif klasik.
"Dari dulu sampai sekarang, saya tetap menekuni usaha membuat batik klasik," ucapnya yang ditemui di Rumahnya kemarin.Namun batik klasik yang dibuat Badawi Yusuf, tidak seperti batik klasik zaman belanda atau zaman tempo dulu yang warnanya sogan (coklat). Batik klasik yang dibuat Badawi telah mengalami perubahan warna, yakni menggunakan pewarnaan yang modern. "Jadi menggunakan warna batik yang digunakan sekarang. Hanya motifnya saja yang klasik," bebernya.
Diantara motif batik klasik yang dibuat, lanjut Badawi Yusuf, adalah motif kapal kandas, motif indramayu, motof cuwiri dan motif klasik lainnya. Batik yang dibikin dibuat selendang (tapeh), dan sarung selendang.
Proses pembuatan batik motif klasik, kata Badawi Yusuf, sangat lama sekali. Pertama, kain mori dari bahan primis jenis katun dipotong seukuran selendang, panjangnya sekitar 240 cm. Kemudian dibatik tulis. "Satu orang pembatik bisa menyelesaikan (membatik tulis) sekitar 30 hari," ucapnya.
Sehingga kalau memiliki pekerja membatik 5 orang. Maka sebulan hanya bisa menyelesaikan 5 potong kain. Itupun belum dihitung dengan waktu untuk proses pewarnaan. "Jadi satu potong batik bisa selesai dalam jangka waktu sekitar 45 hari," ungkapnya.
Kenapa membutuhkan waktu lama? jelas Badawi Yusuf, karena seluruh kain seukuran selendang dibatik tulis dengan menggunakan tekhnologi manual. "Jadi yang bekerja tangan. Semua ditulis dengan menggunakan tangan manual," jelasnya sembari menyebut jumlah pekerjanya sebanyak 15-an orang.
Pemasaran batik yang dibuat Badawi Yusuf dikerjakan oleh Mbak Mimin. Mbak Miminlah yang menjual batik karya Badawi Yusuf ke luar negeri melalui agennya di Bali."Batiknya diekpor ke Singapura, dan Jepang," ucapnya.
Yusuf Badawi mengaku alasan dirinya mengembangkan motif klasik. Karena ingin melestarikan budaya leluhur. "Jadi kami ingin melestarikannya," tegasnya.
Walaupun pengrajin batik yang lain berlomba-lomba menciptakan motif modern, Badawi Yusuf seakan tak peduli. Ia akan tetap melestarikan batik motif klasik.
Meski demikian bukan berarti Yusuf Badawi tidak mau berinovasi. Sebab, selain mengembangkan motif batik klasik, ia membuat batik motif batik kontemporer. "Tapi yang ini sifatnya tambahan saja, yang pokok saya membuat batik motif klasik," pungkas Badawi Yusuf. (dur)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar