Kamis, 02 Juli 2009

Industri 'Kelir Batik' Miliki Ciri Khas Warna Terang


INDUSTRI batik bisa tetap hidup karena memiliki nilai artistik. Muhammad Farid selaku pengrajin-sekaligus produsen batik memiliki ciri khas dalam warna produk batiknya yang terang, atau cerah.
Praktis saja, banyak pengusaha batik meminta jasa home industri 'Kelir Batik' milik M Farid, yang berada di Desa Spacar Kecamatan Tirto, Kabupetan Pekalongan untuk membikinkan kain batiknya.
Menjelang bulan Ramadhan ini saja, 'sanggan' yang dikerjakan 'Kelir Batik' bisa dihitung 3 kali lipat bila dibandingkan dari bulan-bulan sebelumnya. "Alhamdulilah, sekarang ini saja, sanggannya 3 kali lioat dari bulan sebelumnya," ucap M Farid, atau yang akrab disapa Bang Ayid kepada Radar, Selasa (15/7).
Datangnya pengusaha batik yang memberikan pekerjaan kepada dirinya, lanjut Bang Ayid, tidak hanya dari lokal saja. Melainkan juga dari luar Pekalongan, bahkan ada yang luar jawa. Padahal jasa membuatkan batik di home industri 'Kelir Batik' belum pernah dipublikasikan, atau diiklankan. "Iklannya mulut ke mulut. Mereka yang pernah memberikan pekerjaan kepada kami, biasanya menginformasikan kepada pengusaha yang lain. Jadi mereka datang sendiri ke kami."
Bang Ayid mengaku, yang sering dikerjakanya adalah membuat selendang batik dari bahan sutra, dan kain ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). Bila dibandingkan dengan home industri batik yang lain, selendang batik bikinan M Farid memiliki warna yang terang atau cerah. "Warna cerah inilah khas dari produk batik yang kami buat," terangnya.
Kendati lebih banyak menerima jasa dibuatkan selendang batik, di home industri 'Kelir Batik' juga membuka jasa pembuatan kain batik lainnya. Misalnya saja menerima jasa pembuatan kain batik untuk baju untuk hem maupun blus, serta yang lain.
Yang membedakan lagi, kalau di home industri 'Kelir Batik' mampu membuatkan kain batik untuk blus dengan motif mega mendung, sedangkan home industri batik yang lain belum tentu sanggup membuatnya. "Untuk pembuatan motif mega mendung, tidak semua produsen batik bisa," tambah Isteri Bang Ayid, Diana.
Saat ini, home industri 'Kelir Batik' yang dirintis Bang Ayid, dan Diana mampu menyerap 27 orang tenaga kerja. Tentunya meringankan beban pemerintah dalam menyiapkan lapangan pekerjaan. "Mungkin, jelang bulan Ramadhan ini, kami akan menambah pekerjaan karena tambahnya pekerjaan."
Diana mengaku tidak akan selamanya menjadi produsen batik. Jebolan Universitas Gajah Mada (UGM) itu berencana akan membuat produk batik sendiri, dan memasarkannya. Alasannya belum membikin batik sendiri dan memasarkannya, mengingat anak-anaknya masih kecil-kecil. Sehingga untuk sementara masih fokus pada usaha menerima jasa produksi batik. "Mungkin, kalau anak-anak sudah besar, kami punya waktu untuk memasarkan batik ke luar kota. Karena untuk memasarkan produk batik harus keluar kota biar harganya tidak jatuh," ucap Diana.
Diana menceritakan, kali pertama dirinya dan suami mendirikan home industri 'Kelir Batik', karena melihat banyak peralatan batik, seperti ender, dan cap yang ditelantarkan di rumah suaminya. "Mertua saya adalah pengrajin batik. Dulunya, beliau menekuni usaha batik, namun sekarang sudah berhenti," kenangnya.
Usaha mertuanya berhenti, lanjut Diana, karena krisis ekonomi pada tahun 1997. Waktu itu, tidak saja usaha bapak M Farid yang gulung tikar, melainkan home industri batik yang lain mengalami nasib yang serupa. "Maklum saja, usaha mertua saya itu termasuk usaha mikro. Jadi hanya pengusaha ataupun pengrajin batik yang memiliki modal kuat saja yang mampu bertahan."
Terpanggil untuk melestarikan batik, sekaligus untuk mencari sumber ekonomi bagi kehidupan keluarganya, lanjut Diana, dirinya bersama suami tercinta mendirikan usaha jasa produksi batik. "Alhamdulilah sampai sekarang lancar. Meski kami masih ngontrak rumah, namun berkah," pungkas Diana. (abdurrahman)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar