Kamis, 09 Juli 2009

50 Pekerjanya Perempuan Semua


BATIK SEKAR WANGI. Inilah merk dagang milik H Kadarisman, warga Kelurahan Sapuro Kecamatan Pekalongan Barat yang spesialis membuat batik tulis dari bahan sutra.
Kadarisman mengaku, sebelum membuat batik tulis dari bahan sutra. Dirinya membuat batik dari bahan katun. Kemudian bahan katun ditinggalkan, dan beralih ke bahan sutra sampai sekarang."Saya telah menekuni usaha batik sebelum 1981. Baru 1981, saya didaftarkan ke pemerintah untuk mendapatkan legalitas," ucap Alumnus Sekolah Tinggi Perbankan di Jakarta.
Kadarisman mengaku, usahanya yang sekarang mengalami penurunan produksi dibanding tahun lalu. Saat rezim Soeharto, usahanya mengalami masa keemasan antara tahun 1996 sampai 1997. Karyawannya ada 130 orang. Namun sekarang 50 orang saja sebagai dampak krisis ekonomi, persoalan gejolak ekonomi yang ditandai dengan naiknya harga kedelai, terigu dan minyak goreng.
Saat jaya-jayanya pula, pemasarannya tidak hanya lokal Indonesia saja. Melainkan diekspor ke luar negeri, yakni ke Malaysia dan Brunai Darussalam."Waktu itu ada 3 buyer yang mengekspor batik tulis saya. Namun kini sudah tidak lagi, bahkan satu diantara 3 perusahaan itu terpaksa dijual karena gulung tikar," ucapnya sembari menyebut saat jaya-jayanya, setiap bulan mengirim 600 potong batik tulis.
Namun sekarang batik sutranya dijual ke lokal saja di Jakarta, Palembang, dan Bandung. Untuk pemasarannya, kata Kadarisman, ditangani sendiri. Begitupula produksinya. Ia sekarang mempekerjakan 50 orang saja. Yang unik, dari 50 pekerjanya itu perempuan semua. "Perempuan itu mempunyai jiwa halus. Berbeda dengan laki-laki yang biasanya muncul sikap kasar. Meski begitu, ada juga laki-laki yang memiliki jiwa halus, seperti Iwan Tirta dan desainer yang lainnya," ucap penerima Upakarti dari Presiden Soeharto karena keberhasilannya melakukan pembinaan kepada usaha kecil.
Pekerja yang semuanya perempuan, lanjut Kadarisman, tidak hanya dilakukan dirinya. Saat ibunya masih hidup, juga mempekerjakan batiknya pada pekerja perempuan. "Sekarang menurun pada saya. Mulai dari pembatik, ngelorot sampai yang memberikan warna, semuanya ditangani perempuan," akuinya yang juga pernah menerima Upapradana dari Gubernur Jateng Ismail.
Disinggung tentang strategi dalam mempertahankan usahanya? Kadarisman mengaku, selalu berinovasi dalam menciptakan motif-motif. Dalam menggali inspirasi, ia memanfaatkan media yang ada. Hasilnya motif yang dihasilkan selalu berbeda, sesuai dengan perkembangan mode.
Disamping itu, Ia tetap mempertahankan warna batik, yakni warna marun (merah hati(. Warna marun itu merupakan ciri khas Batik Sekar Wangi.
Kadarisman menjelaskan, nama Sekar Wangi diilhami dari adanya merk batik 'Arum Dalu' yang artinya wangi bila malam hari. Batik Arum Dalu tidak lama bertahan, dan akhirnya gulung tikar. Dengan nama Sekar Wangi yang artinya mewangi sepanjang hari diharapkan batiknya tetap lancar, dan tidak 0mengalami hambatan pemasaran dan bahan baku. "Alhamdulilah sampai sekarang masih lancar," pungkas Kadarisman. (dur)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar